Pemilihan Mesin Pembangkit Harus Pertimbangkan Kualitasnya
15-12-2017 /
KOMISI VII
Komisi VII DPR RI mengingatkan Direksi PLN agar mempertimbangkan lifetime (masa penggunaan) dalam pemilihan jenis mesin pembangkit listrik yang digunakan dalam berbagai proyek pembangkitnya.
Hal tersebut diungkapkan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Herman Khaeron saat melakukan peninjauan dan pertemuan dengan Direksi PT. PJB (Pembangkitan Jawa Bali) selaku operator PLTU Sumuradem didampingi Perwakilan Dirjen Ketenagalistrikan KESDM RI dan Direksi PT.PLN (Persero) di Indramayu, Cirebon Jawa Barat pada Kamis siang (14/12/2017).
Politisi Partai Demokrat ini mengingatkan azas kehati-hatian dalam pemilihan mesin pembangkit buatan China oleh pihak PLN mengingat selama ini lifetime mesin-mesin tersebut belum teruji dibandingkan dengan mesin produksi Eropa ataupun Jepang yang sudah digunakan 30 tahun lebih.
"Perlu hitungan secara pasti, jika dibandingkan dengan mesin produksi Eropa atau Jepang dari sisi efisiensinya, perawatannya baik secara jangka pendek maupun jangka panjang," pinta Herman.
Persoalan lain yang juga disoroti Legislator Dapil Indramayu dan Cirebon ini adalah mengenai status lingkungan yang dicapai PLTU Sumuradem masih biru.
"Saya berharap minimal naik ke hijau sehingga segala prasyaratnya harus dipenuhi dan segera terwujud. Harus juga relevan dengan besaran anggaran CSR (Coorporate Social Responsibility)," imbuh Herman Khaeron.
Amir Rosidin selaku Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Tengah PT. PLN (Persero) yang ikut mendampingi kunjungan membenarkan bahwa mesin yang digunakan adalah produk China untuk sekitar 30 proyek PLTU dengan kapasitas satu mesin mencapai 300MW.
"Lifetimenya cukup panjang jika dilihat dari performa pembangkit listrik yang sudah beroperasi di China," jelas Amir.
Ia juga menambahkan jika dibandingkan dengan mesin buatan Jepang maupun Eropa perbandingan Investasinya 2000 dollar/Kw sedangkan buatan China hanya 800 dollar/Kw. "Sejak Tahun 2007 PLN baru pakai mesin China memang butuh perawatan khusus agar lifetimenya lebih panjang. Sedangkan mesin Eropa dan Jepang rata-rata sudah digunakan 30 tahunan. Manual booknya masih menggunakan bahasa China sehingga harus diterjemahkan lebih dahulu untuk bisa memahaminya," ungkap Amir Rosidin.
Sementara untuk memudahkan perawatan dan kontinuitas ketersediaan sparepart dibentuk PJB stokis. Karena dulu pernah ada kasus beli sparepart melalui pihak ketiga spesifikasi dan nomor serinya sama tapi saat dipasang tidak klop. Akhirnya diputuskan beli sendiri langsung ke pabriknya di China," pungkasnya.(oji,mp)